Suatu ketika KH Ali Maksum Krapyak Jogjakarta berkunjung ke kediaman KH
Baedlowie (Pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Tanggungharjo,
Grobogan). Ia melihat-lihat lingkungan sekitar, termasuk mengamati
kompleks pesantren.
Hingga tibalah KH Ali Maksum di Masjid Al
Muhajirin. Ya, masjid pesantren yang berada di sebelah kanan ndalem dan
berseberangan dengan kompleks pesantren putra itu menjadi pusat
perhatian beliau. Melihat keadaan masjid tersebut, KH Ali Maksum berujar
kepada KH Baedlowie, "Masjidmu kok koyo rempeyek (Masjidmu kok seperti rempeyek).”
Mendengar kelakar KH Ali Maksum, KH Baidlowie justru tersenyum lebar. Ia menyadari, mengapa Mbah Ali dawuh seperti itu.
Betapa
tidak, dulu, saat estafet kepengasuhan pesantren baru saja diemban oleh
KH Baedlowie keadaan pesantren masih sederhana. Masjid pun masih
beralaskan gladhak. Gladak adalah sebutan bagi lantai yang masih terbuat
dari papan yang disatukan rapi, menjadi alas pengganti keramik yang
kala itu masih sangat langka sekali. Dan ketika diinjak, maka akan
mengeluarkan suara "krek”.
Itu ketika diinjak oleh satu orang.
Jika tiba waktu shalat berjamaah dan para santri bergegas menuju masjid
yang lantainya masih terbuat dari papan tersebut, maka sejurus dengan
hal itu, akan terdegar suara "krek,krak,krek" yang saling bersahutan.
Renyah sekali suaranya. Layaknya makanan ringan khas Jawa: rempeyek atau bisa disebut peyek.
Makanan
renyah berupa tepung yang digoreng tipis dengan toping yang
bermacam-macam (biasanya kacang tanah, kedelai, atau kacang hijau) itu,
dikiaskan dengan Masjid Al Muhajirin kala itu yang memang terdengar
renyah meriah. Kira-kira, itulah sebabnya mengapa KH Ali Maksum berujar
seperti itu kepada KH Baedlowie.
Sejenak kemudian, KH Baedlowie berkata, "Nggih, jane nggih ajeng dibangun, tapi... (ya, sebenarnya mau dibangun, tapi...).”
Belum sempat KH Baedlowie menyelesaikan perkataannya, KH Ali Maksum sontak berujar, "Ojo ngono. Pasrahke wae maring Allah. Sing sugih ki Gusti Allah (jangan begitu, pasrahkan saja kepada Allah. Yang kaya itu Allah).”
Mendengar dawuh Kiai
Ali Maksum, Kiai Baedlowie lantas meminta restu. Memohon doa agar nanti
diberi kelancaran dalam proses pembangunan. Senada dengan hal itu, Kiai
Ali Maksum lantas memberikan ijazah untuk berdzikir: Ya hayyu ya qayyum
setiap malam sebanyak 1000 kali.
Dan terbukti, seiring
berjalannya waktu, Masjid Al Muhajirin mengalami renovasi yang sangat
pesat. Tidak hanya itu, melainkan pesantren pun ikut keluberan berkah
dengan bangunan yang semakin representatif. (Ulin Nuha Karim)
*Cerita
ini disampaikan oleh KH Muhammad Shofi Al Mubarok (putra pertama
almaghfurlah KH Baedlowie) di sela-sela pengajian kitab tafsir Jalalain.
Home »
Masjid Rempeyek
» Masjid Rempeyek dan Ijazah Wirid Kiai Ali Maksum Krapyak
0 komentar:
Post a Comment